Abdullah
sedang tidur di sudut mesjid di Mekah. Ia terbangun ketika mendengar
percakapan dua orang malaikat di atas kepalanya. Mereka sedang
menyiapkan daftar orang yang diberkati Tuhan. Malaikat yang satu berkata
pada yang lain bahwa Mahbub dari kota Sikandar layak masuk golongan
pertama, walaupun ia tidak pergi berziarah ke kota suci. Mendengar ini,
Abdullah pergi ke kota Sikandar dan mengetahui bahwa orang itu adalah
tukang sepatu yang memperbaiki sepatu orang banyak. Ia amat kelaparan
dan miskin karena penghasilannya hampir tidak cukup untuk hidup. Dengan
pengorbanan yang keras, ia memisahkan beberapa keping uang tembaga dan
ditabungnya selama bertahun-tahun. Suatu hari seluruh kekayaannya
digunakannya untuk menyediakan makanan yang istimewa. Maksudnya akan
diberikan pada istrinya yang sedang hamil sebagai hadiah kejutan. Ketika
ia membawa hadiah itu pulang, di jalan ia mendengar ratapan pengemis
yang nampaknya sedang amat kelaparan. Mahbub tidak dapat berjalan lebih
jauh lagi. Diberikannya mangkuk berisi makanan yang lezat itu kepada
pengemis dan ia pun duduk di sampingnya, menikmati kepuasan yang timbul
di wajah pengemis yang kepayahan. Perbuatan itu memberinya tempat yang
terhormat dalam daftar orang yang terberkati, suatu tempat yang tidak
dapat diperoleh oleh para peziarah yang pergi ke Mekah, yang telah
menghabiskan berjuta-juta dinar untuk beramal. Tuhan lebih memperhatikan
perasaan di balik perbuatan, bukan suara ribut yang tidak berguna.
--- BSSSB
|